Lompat ke isi utama

Berita

Awasi COKTAS Bawaslu Kota Pekalongan temukan Pemilih berusia lebih dari 100 Tahun hanya mengingat lahir Pada Jaman Ratu Wihelmina

coktas

Bawaslu Kota Pekalongan mengawasi Coktas di wilayah Pekalongan Utara

Pekalongan – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Pekalongan menurunkan sebanyak 12 personel pengawas untuk mengawal pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian Terbatas (COKTAS) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pekalongan. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 23–24 September 2025, dan menyasar sejumlah kelurahan di empat kecamatan se-Kota Pekalongan.

Anggota Bawaslu Kota Pekalongan, Nasron, menjelaskan bahwa pengawasan  dalam kegiatan COKTAS merupakan bagian dari tanggung jawab Bawaslu untuk memastikan proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) berjalan sesuai prosedur.

Dalam pengawasan yang dilakukan di beberapa titik, Bawaslu menemukan adanya ketidaksesuaian antara data sistem dengan fakta lapangan. Salah satunya adalah pemilih yang tercatat di data sudah meninggal dunia, tetapi kenyataannya masih hidup.

Temuan ini menjadi catatan penting bagi Bawaslu, karena menunjukkan bahwa masih ada potensi masalah dalam validitas data. Jika tidak ditangani dengan serius, hal tersebut bisa berimplikasi pada hilangnya hak pilih warga. “Validitas data pemilih masih perlu diperkuat agar tidak ada warga yang dirugikan atau kehilangan hak pilihnya,”ucap Nasron.

Pelaksanaan COKTAS difokuskan pada pemutakhiran data Tidak Memenuhi Syarat (TMS), terutama bagi pemilih yang telah meninggal dunia. Data acuan yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Selain itu, petugas juga melakukan penyisiran terhadap data pemilih yang tidak valid, seperti pemilih yang tercatat berusia lebih dari 100 tahun.

coktas 2
Proses Pengawasan Coktas di wilayah kecamatan Pekalongan Barat

Menurut pengawas di lapangan, penyisiran ini tidak hanya sekadar mendata, melainkan juga mencocokkan langsung informasi dengan kondisi riil masyarakat di kelurahan. Dengan begitu, setiap nama yang tercatat benar-benar dapat diverifikasi keberadaannya.

Bawaslu Kota Pekalongan menegaskan bahwa pengawasan tidak berhenti pada tahap COKTAS ini saja. Ke depan, pengawasan akan terus dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan untuk memastikan data pemilih benar-benar bersih dari kesalahan.

“Daftar pemilih yang akurat adalah fondasi pemilu yang berintegritas. Oleh karena itu, kami mendorong semua pihak, baik KPU maupun masyarakat, untuk bersama-sama mengawal proses ini,” ujar Nasron.

Masyarakat juga diimbau untuk aktif mengecek status data pemilihnya melalui DPT Online maupun melaporkan jika ada kejanggalan data kepada posko pengaduan Bawaslu yang beraamat di Jl.Pembangunan no 5 Kota Pekalongan. Dengan partisipasi aktif semua pihak, diharapkan Pemilu dan Pilkada mendatang dapat berlangsung lebih berkualitas, adil, dan demokratis.

Dalam proses COKTAS di Kelurahan Panjang Baru, pengawas menemukan sebuah kisah yang menarik perhatian. Di tengah upaya pencocokan data, petugas berjumpa dengan seorang warga lanjut usia yang usianya telah melewati satu abad, namun masih tercatat sebagai pemilih aktif. Beliau adalah Ibu Tarwen, sosok sepuh yang lebih akrab disapa “Simbong” oleh masyarakat sekitar.

simbong
Ibu Tarwen yang Akrab dipanggil "SIMBONG" warga Panjang Baru Pekalongan Utara berusia lebih dari 100 tahun memenuhi syarat sebagai Pemilih

Ketika petugas menanyakan kapan tepatnya ia dilahirkan, Simbong hanya menjawab singkat, “tidak tahu.” Ingatannya memang sudah mulai memudar, tetapi tutur katanya masih jelas, meski sederhana. Yang ia masih ingat adalah bahwa ia dilahirkan pada “Jaman Helmina”  masa pemerintahan Ratu Wilhelmina di Hindia Belanda.(red)

Bagi pembaca generasi sekarang, Ratu Wilhelmina adalah ratu yang memimpin Belanda sejak tahun 1890 hingga 1948. Pada masa pemerintahannya, wilayah Hindia Belanda—termasuk tanah Jawa—berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Dengan menyebut nama Ratu Wilhelmina, Simbong memberi gambaran bahwa usianya memang sudah melampaui satu abad, menjadi saksi dari zaman kolonial hingga Indonesia merdeka dan kini memasuki era demokrasi modern.

Di usianya yang renta, kondisi fisik Simbong masih cukup kuat. Ia masih bisa diajak berkomunikasi dengan masyarakat sekitar, bahkan terkadang ikut bercengkerama di lingkungan rumahnya. Kehadirannya menjadi saksi hidup panjangnya perjalanan bangsa.

Bagi warga Panjang Baru, Simbong bukan sekadar orang tua sepuh. Ia adalah simbol kebersahajaan dan keteguhan. Julukan “Simbong” menjadi panggilan penuh kasih sayang, mencerminkan kedekatan warga terhadap dirinya. liputan lebih lenkap kami unggah di kanal Youtube Bawaslu Kota Pekalongan https://www.youtube.com/@bawaslukotapekalongan-/videos

Kehadiran Simbong dalam proses COKTAS memberi pelajaran penting bahwa pemutakhiran data pemilih tidak hanya soal administrasi, melainkan juga menyentuh sisi kemanusiaan. Simbong yang lahir lebih dari seabad lalu masih memegang hak pilihnya—sebuah hak yang harus dijaga agar tidak terabaikan hanya karena keterbatasan data administratif. (msh27)

#Humas Bawaslu Kota Pekalongan